Karena manusia menjalani hubungan dengan sesama, maka melalui bahasa, pikiran, rasa dan kehendak harus dapat dinyatakan. Sedangkan setiap pemikiran, perasaan dan kehendak tidak lahir sendirinya, tetapi diawali dengan proses kopartisipasi. Karena itu dunia manusia adalah dunia komunikasi dan interaksi.
Komunikasi memiliki kekuatan mengubah, dan inilah yang dikembangkan oleh pendidikan. Tak ada bentuk dan model pendidikan yang tidak memiliki misi ini. Semua pendidikan diarahkan kepada proses perubahan, karena manusia sendiri pada dasarnya adalah realitas, dan berperan dalam proses perubahan.
Komunikasi memiliki kekuatan mengubah, dan inilah yang dikembangkan oleh pendidikan. Tak ada bentuk dan model pendidikan yang tidak memiliki misi ini. Semua pendidikan diarahkan kepada proses perubahan, karena manusia sendiri pada dasarnya adalah realitas, dan berperan dalam proses perubahan.
Peran Bahasa Ibu
Pengenalan dan pemahaman keaksaraan memerlukan bahasa pengantar yang mudah dimengerti oleh kelompok partisipan. Bahasa itu adalah bahasa ibu, yaitu bahasa yang selama ini mereka gunakan dalam cara komunikasi sehari-hari. Dalam bahasa ibu terkandung simpati yang memantulkan solidaritas yang kuat dan rasa keterlibatan diri.
Sebagaimana layaknya seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya, ia tulus, ikhlas dan jujur ketika mengungkapkan perasaan, untuk dapat diketahui anaknya. Di situ juga terdapat hasrat yang dalam, dan cita-cita yang luhur dengan dorongan motivasi yang kuat untuk secara terus-menerus membawa anak-anaknya ke pintu gerbang kedewasaan.
Bahasa Ibu tidak sekedar dilihat dari sisi linguistik semata, tetapi mengandung bobot emosional yang merefleksikan ikatan batin yang menumbuhkan kesadaran untuk melakukan proses perubahan. Pengenalan keaksaraan jika ditekankan hanya dari sudut kepentingan lingustik semata, pembelajaran menjadi mekanistis, dan cara ini tidak memungkinkan tumbuhnya kesadaran kritis. Harus diingat bahwa keampuan membaca dimaksudkan tidak verbalistis, tetapi memahami apa yang dimaksud dengan tulisan dalam bacaan itu. Ia mampu membaca berarti mampu berkomunikasi dan memahami pesan-pesan bacaan. Ia belajar, karena hidup harus berubah. Bahasa Ibu tidak mengantarkan peserta pendidikan buta aksara kepada penghafalan kalimat-kalimat, kata-kata, dan suku kata-suku kata sebagai obyek-obyek kosong yang tidak berkaitan dengan lingkungan eksistensial, tetapi lebih mendorong kepada tumbuhnya kesadaran dan kemampuan mengubah sesuatu dengan mewujudkan apa yang dicita-citakannya. Dengan bahasa ibu berarti pendidikan memasuki dialog dengan mengenali situasi mereka yang konkret. Dengan pemahaman itu kita dapat menyediakan perangkat-perangkat, agar mereka dapat mengajari dirinya sendiri. Penggunaan bahasa ibu dalam praktek pendidikan menempatkan guru dan peserta didik sebagai kesatuan subyek, sehingga praktek pembelajaran berlangsung dari “dalam” ke “luar”, yaitu dari peserta didik dan untuk dirinya sendiri, karena mereka itulah sesungguhnya yang memiliki tujuan pendidikan, dan tugas guru hanyalah fasilitator. Kelompok buta aksara memiliki tingkat sensitivitas yang wajar, dan karena itu pendidikan keaksaraan harus lebih dahulu memahami tentang ihwal dan kondisi kehidupan mereka yang sebenarnya, yang bukan ditalar dan dikira-kira. Kehidupan mereka adalah realitas obyektif yang dengan apa adanya memiliki kehendak untuk mengubah hidup. Karena itu pendidikan keaksaraan harus lebih fungsional, yakni berguna memajukan taraf kehidupan.
Tanggung Jawab
Untuk tercapainya tujuan pendidikan keaksaraan seperti itu, maka pendidikan harus diselenggarakan atas dasar kasih sayang dan tanggung jawab. Sebagaimana seorang ibu ketika mengajari anak-anaknya, dasarnya adalah cinta dan tanggung jawab. Seorang ibu tidak mungkin mengajarkan sesuatu pada anaknya, kalau ia sendiri tidak memahami apa yang menjadi kebutuhan bagi anaknya itu.
Dalam bahasa ibu mengalir perasaan cinta yang dikemas dengan bingkai tanggung jawab. Sentuhan kasih sayang menembus relung hati dan merajut emosional, sehingga materi-materi pendidikan difahami sebagai proses pencerahan dan kemanusiaan, bukan malah pembodohan. Tentu saja, karena dasarnya adalah tanggung jawab, maka materi-materi pembelajaran dan tema pokok pendidikan diteliti lebih dahulu, dimodifikasi dan disesuaikan dengan konteks lingkungan peserta didik. Bahkan sedapat mungkin kosa kata-kosa kata yang dijadikan materi pokok pembelajaran itu merupakan ungkapan-ungkapan yang tumbuh dari pengalaman mereka sendiri. Sebab dari situ akan terungkap kerinduan-kerinduan, kekecewaan-kekecewaan dan harapan-harapan besar yang hendak digapai. Dengan demikian terbentuklah pendidikan sebagai proses aktualisasi dan humanisasi.
Pengayaan Fonemik
Salah satu tugas pokok pendidikan adalah memperkaya informasi, yang relevan dan actual, yang tidak memungkinkan orang jenuh karenanya. Dalam bahasa ibu terdapat ribuan kosa kata. Sebagai bahasa pendidikan, tidak semua kata-kata itu pantas diucapkan di hadapan anak didik. Kemampuan pendidik, seperti juga kemampuan seorang ibu justru terletak pada kesanggupan memilih kata-kata yang baik, tepat, efektif dan menarik. Dalam hal ini pendidikan tidak dibiarkan kering-kerontang, dan menghindari pengulangan-pengulangan. Karena itu pengayaan fonem yang mereka pelajari bersama selalu bersifat baru, menantang, menarik, fungsional dan demikian menghadapkan mereka kepada situasi yang penuh motivasi dalam belajar. Sifat-sifat dasar fonemik, pada tahap awal disajikan dalam bentuk yang konkret, dan tidak mempersulit mereka dengan pengertian-pengertian abstrak. Sebagaimana layaknya seorang ibu, pada tahun-tahun permulaan ia memilih kata-kata yang sederhana, pendek, mudah didengar dan diingat. Tetapi seiring waktu dan perkembangan anak didik, ia juga menyajikan kata-kata dalam bentuk kalimat-kalimat. Seorang ibu tak pernah merasa kekurangan kata-kata. Sifat ini pula yang harus diwarisi oleh para tutor, yaitu memiliki perbendaharaan informasi yang kaya.
Oleh Moehamad Naim
Penulis adalah pengajar pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Untirta Serang-Banten dan Direktur Lembaga Kajian Pembangunan dan Pengembangan Pendidikan Indonesia ( LK-p3i )
Sumber: http://www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=12724
Tidak ada komentar:
Posting Komentar